Kegelapan malam mulai hilang ketika sang
mentari menampakkan diri di ufuk timur langit. Perlahan namun pasti, menghapus gelapannya malam, memberi sapaan hangat
kepada kami. Seolah mengatakan bahwa hari baru, petualangan baru di Desa Wisata
Cibuntu kan dimulai.
Wilujeng Enjing!!
Yap! Kali ini murid-murid kelas 10 SMA Santa Laurensia berkunjung ke Desa
Cibuntu, desa paling ujung dari kaki Gunung Ciremai. Desa ini terletak di
Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta. Namanya berasal dari sumber mata air
buntu yang terletak di antara Desa Raharja dan Desa Cibuntu. Desa Cibuntu
sendiri bagaikan mutiara yang bersinar di tengah keindahan-keindahan yang lain.
Mata serasa dimanja dengan pesona alam yang luar
biasa. Kemanapun kami ngarahkan pandangan, keindahanlah yang tampak. Seringkali kami
tidak mempedulikan lingkungan, membuang sampah sembarangan dan tidak menyadari potensi untuk merusak alam
yang sudah Tuhan berikan pada kita. Dari pengalaman ini, kami disadarkan bahwa alam ada untuk kita jaga
bersama.
Kontras
adanya apabila membandingkan kehidupan di desa dengan kehiudpan di kota. Dengan
adanya teknologi dan kesibukan masing- masing individu, tetangga yang tinggal
di sebelahpun seakan-akan menjadi jauh. Beda halnya dengan kehidupan di desa, sambutan yang diberikan oleh masyarakat
Desa Cibuntu sangatlah berkesan, karena
kami disambut seakan- akan kami adalah orang penting dan kamipun merasakan kehangatan dan keramahan masyarakat dari sambutan yang
diberikan.
Tapi bagaimana mereka bisa bahagia tanpa
berbagai macam teknologi yang canggih? Jujur, rasanya kami tidak betah hidup selama 3 hari 2
malam tanpa kehadiran teknologi di
sekitar kami. Namun terlihat bahwa mereka bisa saling
bertukar pikiran dan berbicara tentang apa saja secara bersama-sama dan hal-hal seperti itulah
yang membuat hubungan antarindividu
semakin erat.
Sebenarnya bisa dipasang
koneksi internet di daerah tersebut, namun warga Cibuntu menolak supaya tidak
terpengaruh oleh dunia luar. Kita
dapat hidup seperti mereka yang penuh dengan kesederhanaan, tetapi terkadang
kita kurang bersyukur akan apa yang kita miliki saat ini. Dengan selalu
mensyukuri apa yang kita miliki, maka kita dapat selalu hidup berbahagia tanpa
merasakan iri hati. Bila itu tidak sesuai dengan kehendak-Nya, maka Ia belum
akan memberikannya.
Pengalaman kami bukan hanya
berhenti di situ saja, sore harinya kami bermain permainan tradisional khas Desa Cibuntu. Bermain
permainan seperti ini adalah suatu kebahagiaan sendiri bagi kami mengingat
segala yang tersedia pada era yang serba modern ini terlindungi dengan rapi
dibalik layar canggih.
Setelah itu, kami segera terjun ke sawah untuk merasakan
sendiri sawah-sawah nan indah yang sering ditunjukkan kepada kami. Maklum, di kota
besar seperti Jakarta, sawah adalah hal yang cukup langka mengingat kota
Jakarta saat ini telah disulap menjadi hutan beton
Terbitnya Matahari merupakan tanda akan
mulainya hari baru. Fajar yang menyingsing di pagi hari ini merupakan
pemandangan indah yang tidak terlupakan di Cibuntu. Cahaya tersebut memberi penerangan
bagi kami, seakan
menyambut hari
yang baru ini dengan penuh harapan.
Kehangatan yang kami rasakan ketika
berada di Cibuntu membuat kami cepat merasa nyaman serta merasa kehilangan
ketika kami harus beranjak pergi dari desa Cibuntu.
Bisa menginjakkan kaki di Desa Cibuntu adalah
suatu mimpi yang menjadi kenyataan. Kesederhanaan yang meliputi kami selama 3
hari membuat kami lupa akan hal-hal duniawi yang biasa mewarnai hidup kami.
Tidak pernah terbayang bahwa sesuatu yang
sederhana seperti berjualan soerabi dapat memperkokoh tali persaudaraan diantara kami. Walaupun
dilakukan secara sederhana, tetapi kami bisa menikmatinya dengan bernyanyi dan
menari ditambah lagi dengan makanan yang sangat enak.
Aku menyadari bahwa kebahagian itu tidak
tergantung dari banyaknya kekayaan yang kami miliki, tetapi rasa bersyukur
kepada Tuhan bisa membuat hal yang sederhana menjadi kebahagiaan yang tidak
bisa dinilai dengan materi.
Masih
banyak pengalaman yang berkesan, dan
semua itu tidak akan
cukup apabila dituangkan hanya dalam sebuah essay.
Menyimpulkan secara keseluruhan, zona
nyaman bukan sesuatu yang penting. Keluar dari zona nyaman? Oke, itu tidak apa
apa, karena begitu kita keluar dari pojok tersebut, suatu dunia baru yang tidak
kita temui sehari-hari terbuka di depan mata, memperluas wawasan, memperbaharui
pengetahuan, dan menjadikan kita pribadi yang lebih dewasa.
Kisah
Abraham Adrian, Alexander
Tanri, Cindy Caroline, Erina Sutandi, Felicia Carissa, Rachel Gaby, Sharon Kosasih,
Vanessa Gunadi
Foto
Abigail Timothea, Abrahaman
Adrian, Cindy Caroline, Felicia Carissa, Vanessa Gunadi
Editor
Aloysius Arno, Nathan
Hartanto
Comments
Post a Comment