Halo teman-teman muda pecinta fotografi! Kali
ini, pixelens akan menceritakan tentang lommba fotografi nih! Pasti dalam benak teman-teman saat mendengar kata
lomba fotografi langsung “Lomba?
Sepertinya susah yaa! Mau dapet inspirasi dari mana nih?”
Gausah takut teman-teman, pada kesempatan kali ini pixelens akan menceritakan seluk beluk dari kisah teman-teman kita yang telah mengikuti lomba fotografi “Nostalgia” di Sekolah Saint John BSD.
Mereka sudah siap menceritakan dan berbagi pengalaman serta memberikan berbagai tips teknik fotografi. Wahh, tentu penasaran bukan? Yuk langsung saja kita ikuti cerita mereka!
Tentunya jika ada yang ingin dirubah pastilah Lulu mau menempatkan objeknya dalam latar yang lebih terkesan tua, serta merubah warna mesin jahit agar tidak saling tabrakan dengan warna coklat.
Menurut Lulu sendiri foto tersebut mengilustrasikan betapa berartinya sebuah kenangan lampau yang tidak akan mampu secara persis terulang kembali, baik itu kenangan manis maupun pahit, sehingga sudah sepantasnya kita jangan melupakan setiap momen terdahulu, namun jangan pula terseret dengan pedihnya tragedi dan membuat seseorang tidak bisa berpikiran untuk maju ke waktu yang akan datang.
Teman kita ini memilih judul “Menjahit pahitnya masa lalu” sebagai bentuk ingatan dan kenangan saat zaman penjajahan serta perjuangan kemerdekaan di Indonesia agar generasi muda masih mengingat sejarah bangsa sekaligus menjadikan gambar tersebut inspirasi untuk kemajuan bangsa dengan berani melawan kejahatan dan berpegang pada nilai teguh bangsa.
Alangkah lebih baik menurut Bernard jika ia memiliki lebih banyak waktu sehingga ia mampu menambahkan sedikit ornamen antik pemberi kesan masa lampau. Bagi sang fotografer cilik dengan segudang pengalaman ini, gambar tersebut mengenang masa lalu dunia fotografi yang serba manual, mulai dari menggulung roll film satu persatu, memotret dengan bantuan “light meter”, ataupun saat masih mencetak dengan metode “dark room”.
Walaupun fotografer terdahulu tidak memiliki teknologi yang secanggih saat ini, namun dengan prosesnya yang rumit dan kompleks pun mereka patut disanjung tinggi atas semangatnya untuk terus memberikan karya yang terbaik sampai detik ini, tidak seperti kebanyakan fotografer modern yang berpandangan bahwa untuk mendapat foto terbaik kita perlu kamera yang tercanggih pula.
Biarpun Bernard tidak pernah mencicipi generasi fotografi film, ia mengakui akan kekagumannya pada masa-masa tersebut, dimana semua orang dengan kamera dapat bernostalgia dan mengenang akan masa-masa indah fotografi. Dengan persepsinya yang unik, judul “Little Gun” dipilihnya sebagai pengingat akan kamera tersebut yang dalam kesederhanaannya mampu setia menemani sang fotografer untuk berkelana dan mengambil dokumentasi penting, bagaikan senjata kecil yang terus diandalkan di segala tempat dan tugas.
Gausah takut teman-teman, pada kesempatan kali ini pixelens akan menceritakan seluk beluk dari kisah teman-teman kita yang telah mengikuti lomba fotografi “Nostalgia” di Sekolah Saint John BSD.
Mereka sudah siap menceritakan dan berbagi pengalaman serta memberikan berbagai tips teknik fotografi. Wahh, tentu penasaran bukan? Yuk langsung saja kita ikuti cerita mereka!
Exchange
Gladys
Violetta
Camera
: NIKON D5200
F-ratio
: 5.6
Speed
: 1/125
ISO
: 5000
Value
Gladys
Violetta
Camera
: NIKON D5200
F-ratio
: 10
Speed
: 1/400
ISO
: 5000
Nah,
salah satu teman kita yang ikut lomba fotografi adalah Gladys Violetta dengan
gambarnya yang berjudul “Exchange-Value”. Wahh, keren bukan? Ternyata
teman-teman, ia sebenarnya tidak sengaja lho menemukan inspirasinya.
Inspirasinya muncul dari koin yang jatuh di jalanan, tentu Gladys menjadi teringat akan koin “jadul” Indonesia. Mengenang kembali nostalgia manis dengan koin sebagai alat pembayaran utama seabad lampau, tanpa ragu ia spontan membawa kameranya mengambil momen nostalgia nan indah tersebut.
Andai masih memiliki tambahan waktu, Gladys pun ingin mengcrop sebagian fotonya dan mengatur fokus serta pencahayaan agar hasilnya bisa semakin menarik lagi. Menurutnya, foto ini cukup berarti mengingat bahwa mamanya yang memberitahu Gladys akan ide ini, sehingga saat memandang foto ini kala jauh dari ibunya, ia juga bernostalgia akan kenangan-kenangan indah bersama mamanya.
Judul “Exchange-Value” pun memang sengaja dibuat terbuka dan ambigu supaya para penikmat fotografi dapat menafsirkannya dengan bergantung pada gaya pemikirannya masing-masing.
Inspirasinya muncul dari koin yang jatuh di jalanan, tentu Gladys menjadi teringat akan koin “jadul” Indonesia. Mengenang kembali nostalgia manis dengan koin sebagai alat pembayaran utama seabad lampau, tanpa ragu ia spontan membawa kameranya mengambil momen nostalgia nan indah tersebut.
Andai masih memiliki tambahan waktu, Gladys pun ingin mengcrop sebagian fotonya dan mengatur fokus serta pencahayaan agar hasilnya bisa semakin menarik lagi. Menurutnya, foto ini cukup berarti mengingat bahwa mamanya yang memberitahu Gladys akan ide ini, sehingga saat memandang foto ini kala jauh dari ibunya, ia juga bernostalgia akan kenangan-kenangan indah bersama mamanya.
Judul “Exchange-Value” pun memang sengaja dibuat terbuka dan ambigu supaya para penikmat fotografi dapat menafsirkannya dengan bergantung pada gaya pemikirannya masing-masing.
Mainan
Lama
Jason
Sebastian
Camera
: LG-H818P
F-ratio
: 1.8
Speed
: 1/15
ISO
: 400
Ada lagi loh teman kita yang ikut lomba fotografi,
namanya Jason Sebastian dengan gambarnya yang berjudul “Mainan Lama”.
Teman-teman tentu pernah memainkan mainan lama saat
kecil, bukan?
Nah, mainan lama yang banyak disimpan dalam gudang dan tak lagi tersentuh ternyata menginspirasi teman kita untuk memotret nostalgia pengingat memori masa kecil yang penuh dengan riang nan mengharukan.
Nah, Jason juga punya teknik khusus dalam pengambilan gambar, yaitu menggunakan hati sehingga foto yang keluar terkesan tulus. Menarik yah! Jika Jason masih memiliki waktu, ia akan mengganti pencahayaannya agar gambar tersebut terkesan lebih kuno dan nostalgik.
Jason sendiri berpendapat bahwa gambar ini sangat spesial terutama jika mengingat makna dalam dibalik gambar tersebut, yaitu saat ia masih bersendang ria melepas tawa dan bermain tanpa henti dalam masa kecilnya yang indah.
Ia sengaja memberikan judul simple “Mainan Lama” sehingga mudah dimengerti dan diapresiasi maknanya oleh semua orang tanpa terkecuali.
Nah, mainan lama yang banyak disimpan dalam gudang dan tak lagi tersentuh ternyata menginspirasi teman kita untuk memotret nostalgia pengingat memori masa kecil yang penuh dengan riang nan mengharukan.
Nah, Jason juga punya teknik khusus dalam pengambilan gambar, yaitu menggunakan hati sehingga foto yang keluar terkesan tulus. Menarik yah! Jika Jason masih memiliki waktu, ia akan mengganti pencahayaannya agar gambar tersebut terkesan lebih kuno dan nostalgik.
Jason sendiri berpendapat bahwa gambar ini sangat spesial terutama jika mengingat makna dalam dibalik gambar tersebut, yaitu saat ia masih bersendang ria melepas tawa dan bermain tanpa henti dalam masa kecilnya yang indah.
Ia sengaja memberikan judul simple “Mainan Lama” sehingga mudah dimengerti dan diapresiasi maknanya oleh semua orang tanpa terkecuali.
Menjahit
Pahitnya Masa Lalu
Lulu
Cantika
Camera
: NIKON D600
F-ratio
: 4
Speed
: 1/13
ISO
: 1600
Kreativitas itu tidak terbatas yaa teman-teman,
apalagi dengan teman kita yang satu ini. Siapa lagi kalau bukan Lulu Cantika
yang mengikuti lomba dengan gambarnya yang berjudul “Menjahit pahitnya masa
lalu”.
Melihat gambarnya saja kita serasa dibawa nostalgia ke zaman perjuangan kemerdekaan penuh tragedi. Lulu sendiri mengaku inspirasinya datang pada saat melihat mesin jahit, sehingga saat itu pula terlintas dalam pikirannya akan barang-barang rumahan “jadul”.
Agar memberi kesan nostalgia yang mudah dibayangkan, ia mengatur pencahayaan sedemikian rupa sehingga terkesan seperi gambar kamera ataaupun film tentang tahun 40-50’an. Lulu pun juga memperhatikan sudut pengambilan gambar supaya semua objeknya dapat dirapatkan dalam satu frame gambar yang menjadi satu kesatuan.
Melihat gambarnya saja kita serasa dibawa nostalgia ke zaman perjuangan kemerdekaan penuh tragedi. Lulu sendiri mengaku inspirasinya datang pada saat melihat mesin jahit, sehingga saat itu pula terlintas dalam pikirannya akan barang-barang rumahan “jadul”.
Agar memberi kesan nostalgia yang mudah dibayangkan, ia mengatur pencahayaan sedemikian rupa sehingga terkesan seperi gambar kamera ataaupun film tentang tahun 40-50’an. Lulu pun juga memperhatikan sudut pengambilan gambar supaya semua objeknya dapat dirapatkan dalam satu frame gambar yang menjadi satu kesatuan.
Tentunya jika ada yang ingin dirubah pastilah Lulu mau menempatkan objeknya dalam latar yang lebih terkesan tua, serta merubah warna mesin jahit agar tidak saling tabrakan dengan warna coklat.
Menurut Lulu sendiri foto tersebut mengilustrasikan betapa berartinya sebuah kenangan lampau yang tidak akan mampu secara persis terulang kembali, baik itu kenangan manis maupun pahit, sehingga sudah sepantasnya kita jangan melupakan setiap momen terdahulu, namun jangan pula terseret dengan pedihnya tragedi dan membuat seseorang tidak bisa berpikiran untuk maju ke waktu yang akan datang.
Teman kita ini memilih judul “Menjahit pahitnya masa lalu” sebagai bentuk ingatan dan kenangan saat zaman penjajahan serta perjuangan kemerdekaan di Indonesia agar generasi muda masih mengingat sejarah bangsa sekaligus menjadikan gambar tersebut inspirasi untuk kemajuan bangsa dengan berani melawan kejahatan dan berpegang pada nilai teguh bangsa.
Little
Gun
Bernard
A.K.
Camera
: NIKON D7000
F-ratio
: 1.4
Speed
: 1/40
ISO
: 320
Nah teman-teman,ada satu lagi teman kita, yaitu Bernard Adhitya Kurniawan
dengan gambarnya yang berjudul “Little gun”. Bernard memotret sebuah kamera tua yang telah
banyak membantu temannya kala mengambil berbagai momen penting.
Bernard terinspirasi saat ia berkunjung ke rumah temannya yang adalah seorang fotografer professional dengan berbagai koleksi kamera seiring perkembangan zaman. Dengan gaya khasnya yang juara dalam penataan gambar serta penggunaan lensa yang “shallow” dan memungkinkan adanya kelembutan latar, tentu teknik Bernard sangat cocok digunakan dalam pengambilan gambar nostalgia dengan sentuhan modern.
Bernard terinspirasi saat ia berkunjung ke rumah temannya yang adalah seorang fotografer professional dengan berbagai koleksi kamera seiring perkembangan zaman. Dengan gaya khasnya yang juara dalam penataan gambar serta penggunaan lensa yang “shallow” dan memungkinkan adanya kelembutan latar, tentu teknik Bernard sangat cocok digunakan dalam pengambilan gambar nostalgia dengan sentuhan modern.
Alangkah lebih baik menurut Bernard jika ia memiliki lebih banyak waktu sehingga ia mampu menambahkan sedikit ornamen antik pemberi kesan masa lampau. Bagi sang fotografer cilik dengan segudang pengalaman ini, gambar tersebut mengenang masa lalu dunia fotografi yang serba manual, mulai dari menggulung roll film satu persatu, memotret dengan bantuan “light meter”, ataupun saat masih mencetak dengan metode “dark room”.
Walaupun fotografer terdahulu tidak memiliki teknologi yang secanggih saat ini, namun dengan prosesnya yang rumit dan kompleks pun mereka patut disanjung tinggi atas semangatnya untuk terus memberikan karya yang terbaik sampai detik ini, tidak seperti kebanyakan fotografer modern yang berpandangan bahwa untuk mendapat foto terbaik kita perlu kamera yang tercanggih pula.
Biarpun Bernard tidak pernah mencicipi generasi fotografi film, ia mengakui akan kekagumannya pada masa-masa tersebut, dimana semua orang dengan kamera dapat bernostalgia dan mengenang akan masa-masa indah fotografi. Dengan persepsinya yang unik, judul “Little Gun” dipilihnya sebagai pengingat akan kamera tersebut yang dalam kesederhanaannya mampu setia menemani sang fotografer untuk berkelana dan mengambil dokumentasi penting, bagaikan senjata kecil yang terus diandalkan di segala tempat dan tugas.
Gimana teman-teman? Seru kan mengenal para partisipan
lomba fotografi “Nostalgia”! Mereka telah membuktikan lho bahwa inspirasi
gambar, bahkan dengan tema “Nostalgia” sekalipun, bisa terdapat dalam peristiwa
yang terkadang tidak kita kira. Tunggu apa lagi teman-teman, jangan takut mencoba ikut lomba. Ambil
kameramu, potret gambarmu, dan tulis ceritamu sekarang!
Interview Oleh :
Alexander Tanri
Artikel Oleh :
Samuel Benedict
Comments
Post a Comment