Om Swastiastu!
Guess where that comes from! Ini adalah sapaan yang digunakan di
Bali bila bertemu dengan orang lain. Mungkin anda sudah pernah ke Bali
sebelumnya. Bersantai ria di pantai, jalan-jalan di Ubud, Kuta, dan Nusa Dua.
Namun pada trip ini, there’s no such
thing as relaxing. Semua kegiatan kami pada trip ini bersangkutan dengan
menguji adrenalin, fisik dan mental setiap anggota.
Dalam kegiatan
edutrip yang diselenggarakan sekolah bagi siswa kelas XI, saya ikut berpartisipasi
dalam program Bali Heartland 2016.
Disini, kami menjalani kegiatan selama 8
hari yang setiap harinya diisi dengan kegiatan adventure, dan dibimbing oleh 4 kakak fasilitator dari UNPAR, yang
berpengalaman mendaki Gunung Everest dan 6 summit tertinggi dunia lainnya.
Mulai dari trekking ringan sampai
mendaki dua gunung di Bali; Gunung Agung dan Gunung Batukaru, semua partisipan,
termasuk saya, menjalaninya dengan penuh semangat.
Berbeda dengan kegiatan adventure yang sudah pernah saya jalani
di Adventure Club dan KOPAL, terdapat lebih banyak cerita, baik suka maupun
duka, karena banyak anggotanya yang rupanya bukan anggota klub pencinta alam di
Santa Laurensia, sehingga ini merupakan kali pertama mereka berpetualang.
Walau bukan merupakan
kali pertama saya bertualang, banyak kisah yang berkesan dan tak terlupakan bagi
saya. Salah satunya adalah pendakian Gunung Batukaru.
Gunung dengan ketinggian
2276 mdpl ini awalnya menjadi bahan candaan saya, karena berdasarkan
pengalaman, 2276 mdpl tidaklah tinggi. Pendakian pada 3 jam pertama yang
dimulai pada jam 01.00 WITA terasa mudah.
Namun selanjutnya tidaklah mudah.
Hujan deras dalam kegelapan menjadi hambatan keras untuk mencapai puncak. Tidak
jarang kami terjatuh. Puncaknya pun diselimuti kabut, sehingga indahnya Gunung
Batukaru tidak dapat kami nikmati. Perjalanan turunnya bahkan lebih parah. 7
jam perjalanan turun yang dipenuhi dera dan siksa. Hujan keras, medan terjal,
dan dedaunan tajam menjatuhkan mental kami. Lesson
learned; NEVER judge a mountain from her height.
Sehabis Gunung
Batukaru, kami ahkirnya akan dapat tidur di kasur empuk yang telah dijanjikan,
setelah tidur di tenda selama 2 malam. Namun, tidak semudah itu.
Di Bali
Heartland, nothing is free. Bahkan
hanya untuk tidur di kasur, kami yang sudah dihabisi di Gunung Batukaru masih
harus mendayung kurang lebih 1 jam di Bedugul untuk sampai ke Wana Villa,
tempat kami bermalam.
Pemandangan yang tiada tanding dapat kami alami dari
mendayung disitu. Disana, kami dapat melihat pura yang diabadikan pada uang
kertas Rp. 50.000,-. Pemandangan matahari terbenam sesampainya di Wana Villa
juga sangat mimikat mata. Untuk pengalaman pertama mendayung perahu dari ujung
ke ujung, quality time bersama teman dan
pemandangannya membuat lelah dan perjuangan keras kami worth it.
Kami yang pada malam itu tertidur lelap dan nyaman hanya
tertawa mendengar keluhan anak-anak Bali Nature Adventure di Wana Villa yang
kotor, tidak terurus dan penuh serangga.
Terakhir, yang juga
merupakan highlight dan “puncak
perjuangan” tim Bali Heartland, adalah pendakian Gunung Agung. Pendakian ini
merupakan pendakian ke-7 saya, which
marks my 7th summit.
Pendakian ini menurut saya sangat berkesan. Kami semua
mendaki dengan penuh semangat. Gunung dengan ketinggian 3031 mdpl ini dibagi
menjadi 3 stages; hutan, medan
bebatuan landai (kemiringan 35o) dan bebatuan terjal (kemiringan 60o).
Stage terakhir membuat saya sangat
bangga bergabung dengan tim Bali Heartland. Stage
yang seharusnya mejatuhkan mental kami karena kemiringannya yang membuat kami
terus terjatuh, tidak memudarkan semangat kami sedikitpun.
Pada ketinggian 200
meter dibawah puncak, semuanya makin berkobar dan tak hentinya berteriak
“SEMANGAT!!!!”. Medan licin nan terjal gagal menjatuhkan semangat tim Bali
Heartland. Pada ketinggian 100 meter dibawah puncak, saya yang tidak tahan hanya
memandangi indahnya Gunung Agung akhirnya meletakan carrier dan mengeluarkan kamera saya.
I mean, jarang-jarang kita dapat memandangi bintang yang bertaburan
di langit. After all, saking tebalnya
polusi udara di Jakarta, tak sebutir bintang pun terekspos di langit malam.
The best feeling in the world for me would be sitting on the highest
point on earth. Perjuangan dan semangat tim Bali Heartland berhasil
menaklukan gunung setinggi 3031 mdpl ini. Setelah, katanya, 2 tahun
berturut-turut Gunung Agung didaki dalam kondisi hujan berat oleh senior-senior
kami, Gunung Agung had shown mercy on us
dengan memberikan cuaca dan pemandangan terbaik selama pengalaman saya mendaki
gunung.
So, bagi kalian yang mengira Bali hanya bagus untuk dikunjungi di pantai dan sawahnya, think again.
BALI HEARTLAND!! HU-HAAA!
ditulis oleh : Bernard Adhitya K.
Comments
Post a Comment